Gerakan Perempuan
kemerdekaan
jika ia matahari, memang kemerdekaan
adalah matahari, bukan bulan
indah sekalipun di waktu malam
jika ia butir nasi, memang kemerdekaan
butir nasi di piring jendral atau peminta minta
yang menghidupi hasrat untuk hidup
jika ia atap rumah memang kemerdekaan
atap
yang keduanya meneduhi kebangkitan
satu hitam
satu putih
satu seribu warna kehilangan nama
jika ia buah memang kemerdekaan
buah yang harus direbut
penanamnya sekalipun
jika ia rantai memang kemerdekaan
adalah rantai yang mengikat kesetiaan
(Putu Oka Sukanta dalam buku “Selat Bali: Sajak-sajak buat Burung Camar”, Inkultra Foundation, 1982)
Konteks sejarah
Perempuan
Menjelang abad ke-20, sistem tanam paksa telah menimbulkan bencana hebat, hingga kelaparan melanda daerah pedalaman Jawa. Petani diwajibkan menghasilkan hasil tanaman yang langsung untuk pasar kolonial. Ini membawa berbagai akibat politik yang luas. Petani menjadi renggang dari tuan tanah mereka, yang telah dibikin menjadi sandaran sistem tanam paksa untuk mengeksploitasi mereka. Elit pedesaan memperkokoh posisinya, sementara itu jumlah petani tak bertanah semakin membengkak. Sekolah dan masuk birokrasi kolonial menjadi lebih penting ketimbang penguasaan hak milik perseorangan dalam bentuk tanah.
Kesempatan pendidikan tersebut diambil anak-anak priyayi rendah dan elit desa yang mapan tetap menjauhi kemungkinan-kemungkinan tersebut. Elit terpelajar tersebut kemudian menjadi tulang punggung gerakan nasional, yang menggunakan nilai-nilai kemerdekaan, pernyataan diri dan keadilan sosial yang baru untuk mengeritik situasi kolonial.
Berlakunya politik etis berarti meningkatnya campur tangan negara kolonial dalam urusan ekonomi dan mengakhiri liberalisme sebelumnya. Rencana ini dibarengi dengan program yang ambisius dalam pendidikan, prasarana irigasi, hukum dan kesejahteraan rakyat jajahan. Pulau-pulau luar Jawa menjadi sumber penghasil utama tanaman ekspor (tembakau, karet) dan bahan-bahan mentah (minyak, batu bara, timah). Politik kesejahteraan tanah jajahan ini tidak bertahan lama dan tak bermanfaat bagi rakyat di Jawa.
Gerakan emansipasi pra-1928 jauh lebih beragam dari arti kata “nasionalisme”. Alasan-alasan ekonomi dan agama lebih terasa. Masyarakat secara menyeluruh sedang bergerak menuju pembaruan; nasionalisme hanya sebagai penyebut untuk semua itu. Hapusnya pemerintahan kolonial menjadi panji-panji yang dikibarkan berbagai kelompok yang aneka macam, seperti kaum bangsawan, kelas menengah yang sedang tumbuh, saudagar Muslim, petani, dan perempuan dari berbagai kelompok sosio-ekonomi.
Gerakan luas untuk pembaruan sosial ini terdiri atas 4 aliran penting yang saling berkait:
· Nasionalisme
· Pembaru Islam
· Sosialisme
· Emansipasi perempuan
Perkembangan sosio-historis menjelang abad ke-20, seperti meluasnya Islam di Indonesia, dalam banyak hal berpengaruh terhadap kehidupan perempuan. Dampak moralitas burjuis ‘Victorian’ atas hubungan seksual di
Kartini bukan satu-satunya perempuan
- Pendidikan untuk perempuan
- Perbaikan perkawinan (penghapusan perkawinan anak dan permaduan)
- Menentang pelacuran
- Memberi kesempatan lebih luas untuk perempuan tampil di depan umum
- Pendidikan seks
- Upah sama untuk pekerjaan yang sama
- Perbaikan keadaan penghidupan petani
- Pendidikan untuk perempuan tani
Pada 1920-an untuk pertama kali dalam sejarah
Organisasi formal perempuan pertama yang berdiri yakni Putri Mardika, didirikan di
Tahun 1928, dilaksanakan Kongres Wanita se-Indonesia mengawali suatu tradisi kerjasama antara berbagai organisasi perempuan, yang tetap hidup hingga sekarang. Namun demikian, kongres yang penting ini juga menandai sejumlah pergeseran penting, dalam cara-cara kaum perempuan
Walau selama perjuangan nasional gerakan perempuan telah mencapai momen kesatuan yang tinggi, namun kesatuan ini tidak dicapai atas dasar perjuangan bersama demi kepentingan perempuan. Ketegangan hubungan antara organisasi perempuan Muslim dan non-Muslim semasa perang tak dapat diredam. Kaum perempuan terjun dalam perjuangan nasional atas dasar tanggungjawab yang sama, tapi di bawah persyaratan yang tidak sama. Dalam rangka kepentingan persatuan nasional, perjuangan melawan seksisme laki-laki telah diabaikan.
Kemerdekaan nasional memberi hak-hak politik dan hukum tertentu pada perempuan
Visi, Strategi, dan Metode alternatif
Pengalaman bekerja di organisasi akar rumput dan kelompok-kelompok perempuan membawa kita pada kenyataan mendasar. Pertama, kesadaran dan etika kita kini perlu dikristalisasi menjadi suatu visi yang jelas mengenai apa yang kita kehendaki terjadi pada masyarakat, dan apa yang kita inginkan dari perempuan. Perempuan juga memerlukan strategi yang membawanya dari sini ke
Kita menginginkan suatu dunia di mana ketidakadilan berdasarkan klas, gender, dan ras lenyap dari tiap negeri, dan dari hubungan antar negeri. Kita menginginkan suatu dunia di mana kebutuhan dasar menjadi hak-hak dasar dan di mana kemiskinan serta segala bentuk kekerasan dihapuskan. Dengan kata singkat, tiap orang mempunyai kesempatan untuk mengembangkan potensi dan kreativitasnya secara penuh, dan nilai solidaritas dan kebersamaan perempuan menjadi hubungan nilai kemanusiaan. Peran reproduktif perempuan hendaknya dirumuskan ulang: peran perawatan anak-anak juga dikerjakan oleh laki-laki, perempuan dan masyarakat keseluruhan. Kita menghendaki dunia di mana sumberdaya massif yang dipergunakan untuk tujuan penghancuran dipakai untuk keperluan pemulihan lingkungan. Revolusi teknologi ini harusnya menghapuskan penyakit dan kelaparan serta memberikan perempuan sarana aman untuk mengendalikan kesuburan mereka. Kita menghendaki dunia di mana semua lembaga terbuka bagi partisipasi demokratis, di mana perempuan berbagi dalam menentukan prioritas dan pembuatan keputusan.
Peningkatan kesempatan perempuan memerlukan strategi jangka panjang yang sistematis, dengan tujuan mengubah struktur dan membangun akuntabilitas pemerintahan, sehingga rakyat terlibat dalam pengambilan keputusan. Dalam strategi jangka panjang, kita akan mematahkan struktur ketimpangan gender, klas dan bangsa dengan tindakan yang melampaui batas-batas hambatan agar proses tanggungjawab atas kebutuhan rakyat berjalan baik. Persyaratan untuk perubahan bangsa secara fundamental ialah pembebasan bangsa dari dominasi kolonial, memandirikan bangsa paling tidak dalam hal energi, pangan, pendidikan, kesehatan, air bersih. Hal lainnya mencakup bentuk strategi ekspor dalam bidang pertanian dan industri dan kendali lebih besar atas kegiatan perusahaan-perusahaan multi-nasional, kemungkinan strategi pembaruan sumberdaya untuk kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. (HG)
Sumber bacaan:
- Saskia Eleonora Wieringa, Penghancuran Gerakan Perempuan, Kalyanamitra dan Garba Budaya, Jakarta, Agustus 1999.
- ISIS Women’s Journal No.6, Women, Struggles and Strategies, Rome, 1986.
No comments:
Post a Comment